Selasa, 07 Oktober 2014

BALAS DENDAM POLITIK KMP SANGAT MEMBAHAYAKAN BANGSA


Harian Kompas, salah satu sudut beritanya di halaman Nasional, Senin (6/10) kemarin menurunkan reportase dengan pengamat politik dari Bandung, Muradi. Dosen Ilmu Politik di Unpad Bandung ini memberikan tanggapan yang cukup tajam terhadap manuver koalisi merah putih yang dinilainya bisa merusak demokrasi di Indonesia ke depan. Menurutnya, KMP melancarkan manuvernya atas dasar balas dendam yang sangat membahayakan bangsa Indonesia. 

Menurutnya, politik yang berbasis pada balas dendam atas kekalahan memperebutkan kekuasaan disebut sebagai politik yang digunakan pada zaman purba. 

"Praktik menang dengan segala cara dan tak mau mengakui kekalahan adalah bentuk politik purba yang meniadakan hakikat berbangsa dan bernegara serta konstitusi kita," kata Muradi, seperti dilaporkan oleh Kompas.com.

Muradi kemudian memaparkan manuver politik koalisi partai politik pendukung Prabowo-Hatta untuk menyapu bersih kepemimpinan di parlemen, baik DPR maupun MPR. Bahkan, mengupayakan penggagalan pelantikan Jokowi-JK oleh MPR adalah bentuk politik balas dendam. Ia pun kemudian menyebut politik balas dendam itu picik dan merupakan ekspresi negatif yang tidak selaras dengan nilai-nilai budaya politik bangsa.

Lantaran politik itu tidak selaras dengan nilai-nilai budaya bangsa, Muradi menyebut bahwa Indonesia pada masa mendatang akan menghadapi situasi yang sulit jika hal seperti itu terus terjadi.

"Selama langkah politik negatif tersebut dipraktikkan, maka selama itu pula bangsa ini berada di situasi yang sulit," lanjut Muradi.

Muradi mengingatkan, jika Koalisi Merah Putih ingin melakukan mekanisme kontrol terhadap pemerintahan Jokowi-JK, maka cara yang harus dilakukan sebaiknya sesuai trias politica. Sebagai informasi, trias politica merupakan hasil pemikiran John Locke mengenai adanya pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tujuannya agar pemerintahan dapat berjalan sesuai peran masing-masing.

"Bukan melakukan penjegalan atas nama manuver politik purba, apalagi secara terbuka melawan kehendak rakyat yang memilih calon anggota legislatif dan presidennya dengan kemenangan yang dilegitimasi oleh pilihan sadar rakyat," kata Muradi. 

Mengenai manuver balas dendam KMP ini  penulis juga pernah mengulasnya, terutama terkait dengan kebijakan PBNU ketika mengeluarkan rekomendasi Pilkada tidak langsung beberapa waktu lalu. Penulis mengibaratkan KMP sebagai Ken-Arok dan PBNU adalah Empu Gandring sedangkan Pilkada tidak langsung, bak Kerisnya  Empu Gandring.Ulasan lengkapnya bisa dibaca pada tulisan saya  itu tentang NU dan Keris Mpu Gandring ###

Tidak ada komentar:

Arsip Blog

Translate