Senin, 29 September 2014

MENANTI KEMATIAN DEMOKRASI INDONESIA

Oleh: Agus Maryono S Ag

Beberapa hari terakhir perbincangan politik terasa panas. Hal itu bisa dilihat khususnya di sejumlah medsos (media sosial) baik facebook , twitter ataupun yang lainnya. Sumpah serapah, hujatan dan kata-kata kotor berterbangan, bahkan sejumlah binatang buas ikut keluar dari sarangnya melalui mulut-mulut penghujat tersebut.


Hujatan-hujatan ini tentu saja ditujukan kepada komplotan politikus yang berada di gedung DPR RI , tentu yang berada di barisan KMP (koalisi merah putih). Selain itu hujatan juga berlaku keras bagi Presiden SBY yang dinilai sebagai penyebab utama kekalahan pro kedaulatan rakyat yang menginginkan Pilkada tetap dilakukan secara langsung. 


Presiden SBY dinilai banyak orang sebagai aktor dan dalang kekalahan kubu pilkada langsung dengan aksi walk out anggota fraksi Demokrat. Hujatan SBY sampai hari ini bahkan masih menjadi topik utama di jagat twitter dengan hastag #ShameOnyouSBY. Selama empat hari ini masih berada di posisi teratas dan membuat nama SBY pun menjadi sorotan media-media asing dan dinilai sebagai tokoh yang membawa mundur demokrasi di Indonesia.


Pemilihan langsung Kepala daerah sekaligus dengan kebijakan yang dilakukan dengan Otonomi Daerahnya itu adalah dua hal besar yang menandai perubahan Indonesia dari era Orde Baru menuju Era Reformasi. 


Mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah tokoh penting di balik perjuagan demkrasi bangsa ini yang mengeluarkan perubahan dalam sistem Pemilu dan Pemerintahan di Negeri ini. Tentu sebagai sosok yang sangat berpengalaman dalam banyak hal, kebijakannya menggulirkan era Otonomi Daerah dan Pilkada Langsung itu bukanlah ngawur. Harapan besar pada perkembangan hidup bernegara bernama Indonesia ini sangat ditentukan oleh kualitas Demokrasi di negara ini. 


Mendekati 15 tahun kita melaksanakan era otonomi daerah bersama pilkada langsung. Masih belum sempurna memang hasil yang diperoleh. Masih banyak kekurangan di beberapa sudut pemerintahan. Namun sangat tidak berlasan kalau kemudian kita putus asa membangun demokrasi bangsa ini hanya gara-gara selama itu kita belum berhasil. 


Semua butuh proses, butuh waktu untuk menuju Negara yang kita cita-citakan bersama. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa lebih, tentu hanya super hero yang bisa menyulap perubahan dalam rentang waktu 15 tahun. Mungkin masih butuh 10, 20 atau bahkan 3o tahun lagi untuk bisa menjadi negara yang benar-benar demokratis tanpa money politik. 


Namun dengan sikap frustasi dan hasrat kekuasann KMP yang kalah di Pilpres Juli 2014, kemudian meng-cut dan memberangus kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpinhya ini, kita tidak tau sampai kapan negeri ini akan tumbuh dewasa dalam berdemokrasi dan bernegara. Ya, kita telah mengalami kemunduran besar jika UU Pilkada Langsung itu jadi diberlakukan. 


Oleh karena itu tidak mustahil dan itu merupakan keniscayaan jika sumpah serapah rakyat itu terjadi melihat diberangusnya hak dan suaranya dalam berdemokrasi ini. UUD 1945 telah secara tegas menyebutkan bahwa Kedaulatan Tertiggi ada di tangan rakyat. Namun rakyat Indonesia saat ini menjadi saksi bahwa ada kekuatan jahat  bersama yang kalah dalam Pilpres 2014  berkomplot untuk menghancurkan demokrasi yang susah payah direbut oleh Puluhan ribu Gerakan Reformasi mahasiswa di Senayan 1998 lalu. Puluhan nyawa mereka melayang dala  aksi itu hingga Orde Baru di bawah rezim Soeharto tumbang. 


Kini, akankah para mahasiswa juga akan  kembali bangkit untuk merebut kebebasan berdemokrasi dari tangan KMP ?  Tidak hanya mahasiswa, rakyat yang perduli akan nasib anak cucu-nya mungkin juga akan turun bersama-sama demi menyelamatkan Republik Indonesia dari tangan-tangan yang haus kekuasaan, pasti itu. 


PILKADA Langsung adalah sebuah cara untuk menghargai suara rakyat dalam berdemokrasi. Demokrasi itu tidak boleh melukai dan merampas hak rakyat. Dan kita telah menyaksikan bahwa , Gerindra,Golkar, PPP, PAN dan PKS dan Demokrat, adalah partai-partai politik di negeri ini yang telah berusaha bersekongkol melukai rakyat dengan merampas hak suaranya dalam menentukan pemimpin mereka. ###

Purwokerto, 29 September 2014

Tidak ada komentar:

Translate