Selasa, 16 September 2014

Kebahagiaan Kemana Mencarinya ?


Kebahagiaan  Kemana Mencarinya ?

‘Aidh al-Qarni dalam bukunya La Tahzan (Jangan Bersedih) mengatakan ,kebahagiaan menurut para sahabat adalah sesuatu yang tidak banyak menyibukkan , kehidupan yang sangat sederhana, dan penghasilan yang sangat pas pasan.

Seorang Syeh ,Guru  Thoriqoh dalam satu nasehatnya kepada beberapa orang yang mendatanginya mengatakan, semua orang menginginkan hidup dalam kebahagiaan. Namun menurutnya kebanyakan orang salah jalan dan keliru cara mendapatkannya. Kebahagiaan bukanlah  karena  banyaknya harta yang dimiliki, bukan pula karena jabatan tinggi dalam pekerjaannya. Kebahagiaan adalah milik orang yang hatinya  berdzikir kepada Alloh SWT, demikian katanya.
Walaupun harta pas-pasan ,kalau hatinya senantiasa berdzikir kepada Alloh ,itulah yang menyebabkan orang hidup dalam ketenangan dan membebaskannya dari segala kesuntukan dan kesedihan. Dan sebaliknya walaupun hidup dengan bergelimang kemewahan, segala kebutuhan dan fasilitas terpenuhi, bepergiaan dengan mobil mahal , rumah megah anak-anak sukses dalam berkarir namun jika hatinya lupa kepada Alloh, tidak mau beribadah kepada Alloh maka hidupnya tidak akan menemukan ketenangan.
Hidupnya tidak akan bahagia. Bahkan segala kemewahan yang dimilikinya itu akan menjadi sumber segala kesedihan, keresahan  dan  ketakutan. Harta bendanya setiap saat akan merongrong jiwa dan pikirannya untuk berbuat yang semakin jauh dari kebahagiaan.
Kebahagiaan yang dirasakannya dari kemewahannya itu  bukanlah kebahagiaan haqiqi, tapi kebahagiaan semu dan sangat menipu yang muncul dari nafsunya. Kebahagiaan haqiqi adalah kebahagiaan yang dipancarkan oleh Alloh kepada hati orang –orang mu’min dan itu bisa diberikan oleh Alloh tanpa ada kaitan dengan kekayaan duniawi.
Sang Mursyid tadi kemudian menyontohkan perihal kehidupan pribadinya yang tidak punya PT (perusahaan) dan pekerjaan yang menghasilkan banyak uang , namun menyatakan hidupnya sangat damai, tentram dan bahagia.

Ingatlah , dengan berdzikir kepada ALLOH ,hati akan menjadi tenang”(al-Quran).

Kebanyakan orang menganggap bahwa yang namanya hidup bahagia adalah yang serba kecukupan, rumah mewah, mobil bagus, istri cantik, suami berpangkat dengan pekerjaan dan gaji yang besar, anak-anak yang sukses sekolah dan berhasil mendapatkan pekerjaan layak, status terhormat, setiap hari libur bisa berjalan-jalan bersama keluarga dengan mobilnya yang nyaman.
Tidak. Anggapan seperti itu sangatlkah tidak benar dan telah tertipu luar dalam.  Banyak orang kaya berkecukupan namun hidupnya selalu gelisah, tidak tenang, malamnya susah tidur, khawatir akan kehilangan jabatan, takut akan orang yang hendak merampas kedudukannya. Kesusahan juga menghinngapi  anak-anaknya yang  bebas bergaul dan terlibat narkotika. Sang anak kehilangan pegangan hidup sang anak menjadi mahluk merana secara rohani karena orang tuanya tidak sempat memikirkan dan mengurusnya  , terelana sibuk dengan urusan kantor, sibuk dengan bisnisnya –yang awalnya berpikir , semua itu untuk kebahagiaan anak-anak dan keluarganya. Inilah yang disebut salah jalan dalam menempuh hidup bahagia.
Mereka telah salah dalam merumuskan kebahagiaan dan telah salah dalam mengambil keputusan didalam mengarungi kehidupan di alam yang penuh jebakan dan tipuan ini. Akhirnya bukan kebahagiaan yang didapatkan. Akan tetapi hari-hari penuh kesedihan, penyesalan dan kesuntukan serta  frustasi tiada ujung yang ditemuinya.
Kebahagiaan adalah milik orang-orang yang tidak serakah, milik orang yang selalu ingat bahwa Allahlah yang telah menganugerahi kekayaannya, yang tidak sombong dengan harta miliknya, yang tidak melupakannya dari ibadah kepada Allah. Kebahagiaan adalah milik orang yang pandai bersyukur. Milik orang yang menyerahkan segala urusan dunia dan akhiratnya kepada Sang Penguasa Alam, Allah Rabbul ‘Alamin.
Kebahagiaan adalah milik orang yang tidak lupa akan kewajiban menjalankan Sholat dalam kesibukan apapun. Kebahagiaan adalah milik orang yang menempatkan kepentingan dan perintah Alloh di atas perintah siapapun . Kebahagiaan adalah milik orang yang menganggap bahwa akhirat  adalah yang terpenting dan dunia hanya sebentar, kecil, remeh sehingga tidak perlu orang dibuat terlena karenanya.
“Tidaklah kehidupan dunia kecuali hanya kenikmatan yang menipu” (al-Quran).
Saya pernah mengunjungi banyak orang yang secara ekonomi hidup dalam keadaan seadanya, kalau diukur dengan  teori kesejahteraan yang dipakai pemerintah ,jelas masuk katagori miskin . Ketika salah satu dari mereka menyuguhkan sepiring kerupuk ketela buatan sendiri dan segelas air putih tawar, dari bibirnya terlontar kalimat yang sangat menyejukkan “ Monggo dipun syukuri (Silahkan disyukuri)”. Subhanalloh, sebuah kalimat yang meluncur dari bibir dan hati orang yang beriman. Menyejukkan.Saya dan kawan-kawan pun enak menikmatinya, tanpa canggung sedikitpun.
Namun suatu ketika saya juga pernah bertamu ke rumah teman yang hidup dalam kecukupan. Beraneka kue baik basah maupun kering telah disuguhkan di atss mejanya yang harganya jauh diatas harga meja orang-orang kampung. Namun seketika hatiku sesak ketika dari mulut tuan rumah terlontar tawaran  yang berbau kesombongan, “Silahkan mas dicicipi, maaf  nggak ada apa-apanya”. Astaghfirullohal Ghofurorrohiem --Semoga Alloh yang maha pengampun dan penyayang mengampuninya.
Suguhan roti saya makan, namun tidak senikmat kerupuk ketela dari dukuh Kemenyep , sebuah perdukuhan di puncak Gunung Simego bersebelahan dengan dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Udara yang dingin menyengat berubah menjadi hangat karena  rahmat dan berkah orang-orang yang pandai mensykuri Ni’mat dan Karunia-Nya, sekecil apapun.
Ya, Alloh semoga engkau jadikan kami sebagai orang yang pandai dalam mensyukuri ni’mat-Mu, dan jauhkan kami dari sikap kufur ni’mat.Amin.

                                                ### 

Tidak ada komentar:

Translate